ilustrasi gbr: mbah google
Kapok rasanya Mas Tedjo menjalin asmara secara konvensional, akhirnya coba-coba untuk mencari peruntungan melalui dunia maya, atau sosial media. Kali ini Mas Tedjo ikut grup pendengar radio streaming online, selain mencari pasangan sekalian dapat mengobati rasa kangen akan kampung halaman, istilahnya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.
Di sosial media Mas Tedjo menggunakan akun dengan nama mtedjo_siganteng sedangkan gebetannya menggunakan nama luv_sumaira_cute. Entah kebetulan atau karena tidak ada nama lain, mantan-mantannya selalu memakai nama Sum, kecuali Nike, tapi memang seperti itu kenyataanya.
Ira, gadis mungil yang hitam manis, pintar, supel, kreatif dan jago nge-dance. Bahkan Ira pernah menjadi juara satu modern dance dikampungnya dari satu kontestan yang mengikuti. Di sosial media, Ira selalu tampil prima dengan foto-foto yang cantik, modis dan dan agun meskipun sedikit terlihat tomboy.
Ira yang pernah menimba ilmu sampai negeri pizza (Itali), terlihat cerdas. Kecerdasan itu bisa dilihat dari tulisan-tulisannya dimedia-media sosial miliknya. Mas Tedjo, yang memang orangnya gampang jatuh cinta pun luluh hatinya akan kecantikan dan kepintaran gadis yang giginya rapi dipasang pagar kawat tersebut.
Sekian lama menjalin kasih melalui dunia maya membuat Mas tedjo semakin penasaran umtuk bertemu sang pujaan hati yang telah lama menghujamkan panah asmaranya. Berbekal alamat yang dikasih Ira melalui inbox di sosial media, Mas Tedjo pun dengan rasa deg deg plas memacu kereta roda dua kebanggannya.
Selepas menghadiri acara reuni sekolah di gedung olah raga Giri Mandala meluncur ke ke arah utara, menyusuri jalan jalan raya. Selepas pasar kota, motornya pun di arahkan ke timur menuju alamat yang di tuju, tetapi sesampai di jembatan jurang gempal pikirannya mulai bimbang, dan akhirnya selepas jembatan Mas Tedjo pun berhenti dipinggir jalan, membuka smartphone merk “Slamet” seri “Lintang Panjer Sore” dan mengirim pesan ke yayang Ira.
“Sayang, bener kan alamatmu prapatan Pokoh ke utara?” tanya Mas Tedjo dalam pesannya.
“Iya, bener mas. Setelah lampu merah nanti Mas Tedjo belok ke kiri yang ke arah Pojok, Klerong ya!” pesan Ira dalam pesan singkatnya.
“Siap honey, nanti kalau sudah dekat aku hubungi lagi” balas Mas Tedjo.
Setelah mendapat kepastian, Mas Tedjo pun meluncur dengan hati yang berbunga-bunga, bersiul dan bernyanyi sepanjang jalan menuju rumah yayang Ira sang pujaan hati. Tidak butuh waktu lama, karena memang jarak antara jembatan jurang gempal dan lampu merah Pokoh tidak jauh.
“Ira, sayang dimana rumahnya? Aku sudah di lampu merah ni!” tanya Mas Tedjo kemudian.
“Belok ke kiri mas, kira-kira 50 meter dari lampu merah ya!” balas Ira sambil memberikan arahan.
“Ok, aku meluncur ya!” balasnya tak sabar.
Mas Tedjo sudah sangat ngebet untuk bertemu kekasih hati yang nemu di dunia maya. Membayangkan wajah segar, senyum manis seorang gadis, entah apalagi sampai habis untuk mendiskripsikan, menggambarkan kecantikan Ira yang dikenalnya lewat sosial media itu.
“Sayang, aku sudah di pertigaan nih, kemana lagi?” tanya kemudian setelah berhenti.
“Pertigaan mana mas?” tanya Ira lembut, selembut bulu ayam peternakan di Wuryantoro.
“In lho, pertigaan ke arah pojok, pertigaan setelah perempatan kalo ke kanan ke lapangan Bantarangin!” Mas Tedjo mencoba menjelaskan.
“O, udah dekat mas. Mas Tedjo masuk aja, kira-kira 30 meter ke depan ada di sebelah kanan mas, nanti masuk saja. Aku di dalam kok, aku lagi goreng krupuk soalnya, takut gosong nih!” balas Ira di ujung telepon.
“Siap, meluncur!” jawab Mas Tedjo sambil menutup smartphone kebanggaannya, karena boleh kredit tuker ayam sekandang.
Tak lama, sampailah rumah yang ditunjukkan Ira melalui telepon atau pesan singkat sebelumnya. Bukan gadis cantik, yang muda belia yang membukakan pintu dan mempersilakan masuk, tetapi seorang perempuan paruh baya, ya usianya sekitar 50 tahun kurang dikitlah.
“Ayo masuk, silakan duduk mas!” suara perempuan tadi dengan lembut.
“Terima kasih tante!” jawab Mas Tedjo.
“Kok panggil tante sih? Panggil saja seperti biasanya kali mas, panggil saja aku Ira” balam perempuan tadi dengan mata genit.
Mas Tedjo mulai dag dig dug derr…. jantungnya mulai berdegup kencang, dari 50 detak per detik lama-lama mulai bertambah sampai 120 detak per detik. Jangan jangan ….. … sekilas, pandangannya menyapu foto-foto yang menghias dinding rumah tersebut, terlihat foto yang tidak asing lagi bagi Mas tedjo, serang gadis memegang trofi kejuaraan lomba modern dance, ada lagi foto gadis manis dengan senyum yang manis dengan rentetan gigi berjejer seperti pagar yang di sulam kawat.
Pikiran, mata, hati mulai tidak sinkron… berkecamuk di dalam dada, karena gadis yang dinanti tidak keluar-keluar juga, sampai akhirnya Mas Tedjo dikagetkan perempuan yang tadi membukakan pintu dengan membawa minuman es asem dari beli ditimur ponten.
“Ada apa mas, kok kelihatan bingung….. heran ya lihat foto-foto saya? Ayo di minum, seger lho ini” tanya perempuan tadi.
“Hmm… aaa… .emmmm…..” balngkemen Mas Tedjo mau bicara apa (blangkemen ki opo cah bahasa Indonesiane? Red.)
Perempuan tersebut sebenarnya masih kelihatan cantik, meski sudah tidak muda lagi, hal itu terlihat dari tulang-tulang pipihnya dan bibirnya yang bak buah manggis mateng di pohon, kalau ibarat artis ya seperti ……., tetap cantik dan singset meski sudah ada guratan perjalanan waktu dan tidak muda lagi dan sedikit beruban.
“Kok heran gitu? Iya mas, itu foto-foto aku waktu aku sekolah dulu, waktu aku awal-awal jadi penyiar radio. Kan aku dulu seneng banget sama nari, sekarang aja nih kalo ada yang nari rabi mau kok” genit menggoda perempuan tadi, yang ternyata Ira yang di kenal Mas Tedjo lewat dunia maya.
Gubrakkkzzkkkkkggg…. ternyata oh ternyata, foto yang ada di sosmed Sumaira adalah foto 24 tahun yang lalu, atau 3 windu. Mas Tedjo pulang dengan wajah sendu, berjalan gontai sambil memegangi dadanya, dan bergumam, “sakitnya tuh di sini!”. end